01 November 2008

DIARY OKTOBER 2008

Menanti Esok Di Bangsal Rumah Sakit

Dimana ini? Sepertinya bukan dirumah! Tempat ini memang tidak asing tapi dimana ya? Tanyaku dalam hati. Rasa penasaranku hilang setelah seorang suster cantik membangunkan aku untuk mengambil darah. Sebuah suntikan baru di tangannya, yang saya tau pasti itu untuk mengambil darah. “mo ambe darah ne om” suara suster itu membangunkan aku.
Jam 05.00 pagi aku teringat kemarin hari saat aku merasakan sakit luar biasa dalam kepalaku, otot di kepalaku menegang, pembuluh darahku serasa mau pecah keluar dari kulit kepala. Seluruh tubuhku bergetar, merinding menahan panas yang bergejolak di dalam tubuh ini. Jam 14.00 siang aku tak kuat lagi menahan rasa sakit akhirnya aku meminta kepada keluargaku untuk di bawa ke rumah sakit di Tomohon. “Mungkin Om saki malaria” pungkas sang juru rawat di rumah sakit begitu kami sampai dan diperiksa disana. “Kurang mo lia hasil pemeriksaan darah di Laboratorium, lebe bae rawat inap jo dulu” dia mengakhiri pemeriksaannya setelah mengambil thermometer yang menunjukkan angka 41 derajat celcius dari jepitan tanganku.
Satu jam berlalu, masih hari minggu 19 Oktober 2008, resep obat pertama yang di beli sudah hampir menyamai seper empat gaji sebulan saya sebagai staf teknis di Unit Transfusi Darah Daerah Palang Merah Indonesia SULUT. “Gila” pikirku, masih biaya obat sudah sedemikian, bagaimana nanti? Keluargaku juga butuh makan, anakku juga butuh susu, aku juga butuh kesehatan. Biaya hidup di zaman ini disadari memang semakin besar, pantas jika orang miskin berteriak meminta biaya kesehatan gratis, orang juga berteriak meminta pendidikan gratis, bahkan ada yang sampai meminta makanan gratis walau harus menggadaikan idealisme dan moralitas. Eh… kenapa sampai bicara hal – hal yang seperti itu ya. Bukannya tadi sedang bicara pengalaman pertama saya masuk rumah sakit sejak 27 tahun terakhir? Yah ternyata begitulah bahasa masyarakat sekarang ini yang semakin terhimpit persoalan ekonomi yang juga dihadapi Negara.
Hari ini memasuki hari ke dua saya menginap di Rumah Sakit ini namun hingga saat ini saya belum mengetahui penyakit apa yang saya idap. Informasi yang didapat dari suster bahwa besok setelah hasil pemeriksaan Lab keluar, barulah saya akan dievaluasi kesehatan oleh Dokter. Jadi menanti besok mungkin akan lebih lama terasa daripada menjalani hari ini. Akhirnya saya mengerti tentang pamaknaan pepatah “Kalau manis jangan langsung ditelan, kalau pahit jangan langsung dimuntahkan”.

Frisky Tandaju; RS Bethesda Tomohon; 20 Oktober 2008

RINDU KAMPUNG

Karya : Frisky A.S. Tandaju

Di kampung
Samua orang rupa sudara
Cuma birman kala-kala basudara
Biar nyanda kakak ade
Baku pangge kakak deng ade

Di kampung
Kiri kanan baku tegor
Baku dapa baku hormat
Orang lewat pangge makang
Biar nda kenal pangge ba singga

Di kampung
Helekan sayor baku berbage
Garam deng rica cuma baku minta
Ada kalebean kase pa sudara
Datang kasusaan sudara baku tulung

Di kampung
Skarang so berobah
Sampe sudara lupa sudara
Gara-gara berbage budel
Kakak deng ade baku angka sabel

Di kampung
Orang jaha so lebe banya
Orang lewat ba pajak akang
Ba hormat malam balas deng pemai
Orang nda kenal pukul dulu baru tanya

Di kampung
So nyanda rupa dulu
Gara-gara doi orang lebe gila
Helekan sudara bole orang jual
Apa lagi nyanda sudara

Di kampung
Skarang kasiang kita so rindu
Supaya bole sama deng dulu
Baku malo deng baku hormat
Baku bae deng baku bantu

(For : Pinabetengan desa tercinta)